MATERI FIQIH TENTANG HUDUD
Disusun oleh: Zainal Masri
STAIN Batusangkar
A. Pendahuluan
Didalam
kehidupan ini banyak sekali terjadi kejahatan-kejahatan yang dilakukan
oleh manusia. Kejahatan itu terjadi karena ada niat yang terbesit dalam
hati dan diiringi dengan kesempatan yang ada. Didalam islam setiap
perbuatan yang dilakukan akan mendapat balasan yang setimpal. Dengan
adanya hukuman ini maka seseorang tidak akan melakukan kejahatan dan
supaya dapat menjaga ketertiban dalam kehidupan sosial masyarakat.
Dalam
pembahasan ini penulis akan membahas tentang Hudud (perzinaan, Qazaf,
minuman keras, pencurian dan hukumannya. Dengan demikian segala
permasalahan Hudud (perzinaan, Qazaf, minuman keras, pencurian dan
hukumannya).
B. Perzinaan dan Hukumannya
1. Pengertian Zina
Zina
adalah melakukan persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan yang
bukan istrinya atau tampa ikatan perkawinan. Ust. Labib Mz-Dra.
Harniawat, (2006: 592)
Para ulama dalam memberikan devenisi zina ini berbeda redaksinya, namun dalam subtansinya hampir sama. Diantaranya:
a. Pendapat Malikiyah
Malikiyah
sebagaimana di kutip oleh Abdul Qadir Audah mendefenisikan bahwa, Zina
adalah persetubuhan yang di lakukan oleh orang mukalaf terhadap faraji
manusia (wanita) yang bukan miliknya secara disepakati dengan
kesengajaan
b. Pendapat Hanfiyah
Zina
adalah nama bagi persetubuhan yang haram dalam qubul ( kemaluan)
seorang perempuan yang masih hidup dalam keadaan ihktiar ( tampa
paksaan) di dalam Negri yang adil yang di lakukan oleh orang-orang
kepadanya berlaku hukum islam, dan wanita tersebut bukan miliknya dan
tidak ada syubhat dalam miliknya.
c. Pendapat Syafi’iyah
Syafi’iyah
sebagaimana di kutip oleh Abdul Qadir Audah mendefenisikan bahwa, Zina
adalah memasukkan zakar kedalam faraji yang di haramkan karena zatnya
tanpa adanya syubhad dan menurut tabiatnya menimbulkan syahwat.
d. Pendapat Hanabilah
Zina adalah melakukan perbuatan keji (persetubuhan), baik terhadap qubul maupun dubur. Ahmad Wardi Muslich, ( 2005: 6-7)
Dari
semua pendapat di atas dapat disimpulkan bawa zina adalah hubungan
kelamin antara laki-laki dan perempuan, baik laki-laki ataupun perempuan
itu sudah pernah melakukan hubungan kelamin yang sah, ataupun belum
diluar ikatan perkawinan yang sah.
2. Macam-macam perzinaan dan hukuman nya
zina itu ada dua macan yaitu:
a. Zina Muhsan
Adalah
orang yang melakukan zina itu sudah pernah menikah. Hukuman bagi
orang-orang yang melakukan zina muhsan ini adalah rajam ( dilempari
dengan batu yang sederhana sampai mati) hukuman ini berlaku kepada
laki-laki dan perempuan baik muslim maupun kafir/ murtad.
Alasan
hukun rajam itu terdapat dalam hadist yang diriwayatkan oleh imam
Bukhari, Muslim, Abu Daut dan At-Tirmizi bahwa sanya Umar Bin Khatab
pernah berkata: “sesungguhnya hukuman rajam di haruskan kepada orang
yang berzina yang telah menikah (zina muhsan) baik laki-laki maupun
perempuan, apabila telah terbukti kebenarannya bahwa ia benar-benar
telah melakukan zina”.
Bagi pelaku zina muhsan dikenai hukuman rajam apabila telah memenuhi syarat sebagai berikut:
Ø Baligh
Jika orang yang melakukan zina itu belum baligh tetapi sudah kawin, maka ia tidak dikenakan hukuman rajam.
Ø Berakal
Anak kecil dan orang yang tidak sehat akalnya (gila) meskipun sudah kawin, maka tidak dikenakan hukum rajam.
Ø Merdeka
Seorang
budak yang melakukan zina meskipun sudah kawin, maka tidak di kenakan
hukum rajam, cukup hanya dihukum sesuai dengan ketentuannya. Di jelaskan
dalam Al-qur’an dalam sura An-Nisa’ ayat 25 yaitu:
Artinya
:”Dan Barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup
perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh
mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah
mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain,
karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah
maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang
memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil
laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri
dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina),
Maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang
bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang
takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara
kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”
Ø Pernah bersetubuh
Jika
orang yang melakukan zina itu sudah kawin tetapi ia belum pernah
bersetubuh dengan siapapun termasuk istrinya, maka ia tidak di kenakan
hukuman rajam
b. Zina gairu muhsan
Adalah
zina yang di lakukan oleh laki-laki dan perempuan yang belum
berkeluarga. Hukuman untuk zina gairu muhsan ini adadua macam yaitu:
Ø Dera seratus kali
Ø Dan di buang (di asingkan) kedaerah alin selama satu tahun.
Dalam Al-qur’an Allah berfirman dalam surat An-Nuur ayat 2 yaitu:
Artinya:
“perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah,
jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang
beriman.”
Hal ini didasarkan pada hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Ash-Shamit bahwa Rasulullah bersabda:
خُذُوْا
عنى خذوا عنى قد جعل الله لهن سبيلا, البكربالبكر جلد مائة ونفى سنة
والثيب بالثيب جلد مائة والرجم . رواه مسلم و أبو داود و الترمذى Artinya:
“Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah
memberikan jalan keluar dari mereka (pezina). Jejaka dengan gadis,
hukunannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun.
Sedangkan duda dengan janda, hukumanya dera seratus kali dan rajam.”
(hadist diriwayatkan oleh Muslim,Abu Daut dan Turmizi). Ust. Labib
Mz-Dra. Harniawat, (2006: 592)
3. Hal-hal yang menggugurkan hukuman
Hukuman had zina tidak bisa di laksanakan atau gugur karena hal-hal berikut:
a. Karena pelaku mencabut pengakuannya apabila zina di buktikan dengan pengakuan
b. Karena para saksi mencabut persaksiannya sebelum hukuman dilaksanakan
c. Karena penginggkaran
oleh salah seorang pelaku zina atau mengaku sudah kawin apabila zina di
buktikan dengan pengakuan salah seorang dari keduanya. Pendaat ini di
kemukakan oleh Imam Abu Hanifah. Akan tetapi menurut jumhur ulama,
pengingkaran tersebut tidak menyebabkan gugurnya hukuman, kecuali
apabial ada petunjuk atau bukti bahwa kedua pelaku zina itu memang sudah
menikah.
d. Karena
hilangnya kecakapan para saksi sebelum pelaksanaan hukuman dan setelah
ada putusan hakim, pendapat ini dikemukakan oleh mazhab Hanafi akan
tetapi mazhab-mazhab yang lain tidak menyetujuinya.
e. Karena meninggalnya saksi sebelum hukuman rajam di laksanakan , pendapat ini juga merupakan pendapat mazhab Hanafi.
f. Karena
dilaksanakan perkawinan antara pelaku zina tersebut. Pendapat ini di
kemukakan oleh ImamAbu Yusuf murid dari Imam Abu Hanifah. Akan tetapi
menurut fuqaha yag lain perkawinan setelah terjadinya perbuatan zina
tidakmenggugurkan hukuman had, karena hal itu bukan merupakan syubhad.
Ahmad Wardi Muslich, ( 2005: 59)
4. Hikmah diharamkan zina
adapun hikmah zina diantaranya adalah:
a. Supaya manusia terhindar dari perbuatan dosa-dosa besar, termasuk salah satunya zina
b. Supaya laki-laki dan perempuan terhindar dari perbuatan muhsan dan kotor yang merupakan penyakit kotor seperti AIDS
c. Menjamin
anak-anak yang lahir untuk mengetahui idenitas ayahnya yang jelas,
sebab jika pegaulan bebas dengan perbuatan zina, lalu melahirkan anak
maka sulitlah mencari siapa ayah yang sebenarnya. Ust. Labib Mz-Dra.
Harniawat, (2006: 596)
C. Qazaf dan Hukumannya
1. Pengertian qazaf
Qazaf dalam arti bahasa adalah
الرمى بالحجارة ونحوها Artinya melempar dengan batu dan lainya. Dalam istilah syarak qazaf ada dua macam yaitu:
a. Qazaf yang diancam dengan hukuman had.
Qazaf
yang diancam dengan hukuman had adalah menuduh orang yang muhshan
dengan tuduhan berbuat zina atau tuduhan yang menghilangkan nasabnya.
b. Qazaf yang diancam dengan hukuman ta’zir.
Qazaf
yang diancam dengan hukuman ta’zir adalah menuduh dengan tuduhan selain
berbuat zina atau selain menghilangkan nasabya, baik orang yang dituduh
itu muhshan maupun gairu muhshan. Misalnya mencaci maki orang dan dapat dikenakan hukuman ta’zir. Ahmad Wardi Muslich, ( 2005: 60-61)
Qazaf adalah tuduhan terhadap orang lain telah melakukan perbuatan zina. Tuduhan semacam
ini dilarang oleh agama dan termasuk dosa besar jika tampa disertai
dengan bukti-bukti yang sah menurut syarak. Dan barang siapa yang
melakukanya dikenai hukum dera sebanyak 80 kali. Hal ini di dasarkan pada firman Allah dalam surat An-Nuur ayat 4 yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya:
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat
zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah
mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu
terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah
orang-orang yang fasik.” Ust. Labib Mz-Dra. Harniawat, (2006: 601)
suatu tuduhan yang di lemparkan kepada seseorang disebut dengan qazaf yang diancam dengan hukuman berat bila terpenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a. Tuduhan yang dilemparkan kepada seseorang itu adalah perbuatan zina atau meniadakan nasab atau hubungan keturunan.
b. Orang
yang di tuduh berzina itu orang yang muhsan, dalam arti seseorang
muslim yang dewasa, berakal sehat dan dalam kehidupannya tidak pernah
tersentuh oleh perbuatan zina atau yang berdekatan dengan zina.
c. Adanya kesegajaan berbuat qazaf yang
ia tahu dan dengan ucapan bahwa yang di tuduh tidak berbuat zina dan
dia mengetahui pula bahwa apa yang di ucapkannya itu tidak benar dan
dengan ucapannya itu dia sengaja untuk mempermalukan orang yang dituduh.
Adapun ancaman hukuman bila terbukti secara meyakinkan telah terjadi kejahatan qazaf maka ancaman yang di berlakukan terhadap pelaku adalah sebagai berikut:
a. Hukuman pokok yaitu dera sebanyak 80 kali denag alat yang ditetapkan untuk itu yaitu cambuk.
b. Hukuman tambahan yaitu tidak di terima kesaksiannya untuk selamanya dan terhadap siapa saja. Amir Syarifuddin,(2010: 285)
2. Syarat tuduhan yang mewajibkan dera 80 kali
s yarat tuduhan adalah sebagai berikut:
a. Orang yang menuduh sudah baligh
b. Orang yang menuduh berakal
c. Orang yang menuduh bukan orang tua tertuduh, seperti bapak ibu atau nenek
d. Orang yang dituduh adalah orang muslim
e. Orang yang dituduh sudah baligh
f. Orang yang dituduh berakal
g. Orang yang dituduh adalah orang yang afif (dapat menjauhidari perbuatan yang mungkar).
3. Gugurnya hukum dera.
Orang yang menuduh orang lain berzina, hukuman deranya menjadi gugur apabila:
a. Dapat mengemukakan buti-bukti, berupa empat orang saksi.
b. Tuduhan tersebut di maafkan oleh orang yang tertuduh.
c. Li’an (dalam suami istri). Ust. Labib Mz-Dra. Harniawat, (2006: 601)
4. Pembuktian terjadinya qazaf.
adapun usaha pembuktian terjadinya qazaf dilakukan melalui:
a. Kesaksian
dua orang saksi yang muslim, laki-laki dewasa dan berakal sehat, adil,
kuat ingatan, manpu berbicara, tidak punya hubungan kerabat dan
permusuhan dengan orang yang disaksikan. Kesemua saksi secara langsung
menyaksikan ucapan yang di lontarkan oleh orang yang menuduh.
b. Pengakuan
sendiri dari orang yang menuduh bahwa ia telah melemparkan tuduhannya
berbuat zina itu kapada yang dituduh dan ia sadar penuh dengan apa yang
diakuinya itu.
c. Penolakan
sumpah. Hal ini dilakukan temukan kesulitan untuk mendatangkan saksi
dan sipenuduh diminta bersumpahbahwaia tidak pernah melemparkan tuduhan,
tetapi ia menolak memberikan sumpah tersebut. Penolakan sumpah tidak
pernah melakukan penuduhan itu menjadi buktibahwa dia memang telah
menuduh. Amir Syarifuddin,(2010: 286)
D. Minuman Keras dan Hukumanya
1. Pengertian minuman keras.
Minuman
keras adalah segala minuman yang dapat memabukkan bagi seseorang yang
meminumnya, seperti khamar, arak, wiski dan lain sebagainya. Segala
macam minuman yang memabukkan baik meminumnya dengan banyak maupu
sedikit hukumnya tetap haram, walaupun yang sedikit itu tidak sampai
membuat orang yang meminumnya menjadi mabuk. Ust. Labib Mz-Dra. Harniawat, (2006: 602)
larangan terhadap mabuk dapat dipahami dalam firman Allah QS. An-Nisa : 43, yang berbunyi :
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan
pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub, terkecuali sekedar
berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam
musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh
perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu
dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya
Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.”
2. Hukuman minum-minuman keras.
Bagi
orang yang meminum-minuman keras adalah wajib didera sebanyak empat
puluh kali sampai delapan puluh kali, apabiala ada dua orang laki-laki
sebagai saksi atau dia sendiri yang mengakuainya. Artinya jika dia belum
biasa minum, maka dera sebanyak empat puluh kali sebagai peringatan,
dan jika dia sudah sering melakukannya maka dera sebanyak delapan puluh
kali. Amir Syarifuddin (2010:289-294)
E. Pencurian dan Hukumannya
1. Pengertian mencuri.
pencurian
menurut etimologi dapat diartikan dengan mengambil untuk memiliki
sesuatu yang bukan haknya. Sedangkan menurut terminologi pencurian
adalah untuk menjadikan sesuatu yang bukan miliknya menjadi miliknya
dengan cara dan dalam bentuk apa saja, baik sesuatu itu hak milik
perseorangan atau milik masyarakat. Sayyid Sabiq, (2006:256)
Mencuri adalah mengambil harta orang lain dari tempat taruhannya (tempat peyimpanannya) secara sembunyi-sembunyi tampa sepengethuan pemiliknya. Ust. Labib Mz-Dra. Harniawat, (2006: 605)
Adapun kriteria dari pencurian itu adalah:
a. Mencuri itu mengandung arti mengambil yaitu memindahkan sesuatu dari suatu tempat kewilayah kepemilikannya.
b. Yang diambil itu adalah harta berwujud barang yang nyata dan dapat dipindahkan.
c. Harta yang diambil itu mempunyai nilai minimal tertentu.
d. Barang yang dicuri sepenuhnya milik orang lain.
e. Barang yang dicuri itu berada pada tempat yang tersimpan dan terjaga untuk itu.
f. Pengambilan harta dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan diam-diam tanpa sepengetahuan pemiliknya.
g. Kesengajaan melakukan pencurian dengan maksud untuk memiliki.
Adapun pembuktian terjadinya pencurian dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Kesaksian
dua orang saksi muslim, laki-laki yang telah dewasa, berakal sehat,
bersifat adil, tidak ada hubungan kerabat atau permusuhan dengan pelaku
yang dituduh dan menyaksikan sendiri terjadinya pencurian.
b. Pengakuan dari pelaku pencurian yang memberikan pengakuannya secara sadar tanpa paksaan.
c. Sumpah balik, yaitu penolakkan sumpah yang dimintakan dari padanya yang menyatakan dia tidak melakukan pencurian.
2. Hukuman bagi orang yang mencuri.
Orang
yang mencuri wajib di beri hukuman yaitu dipotong tanganya. Jika orang
tersebut mencuri untuk yang pertama kali, maka harus dipotong tangannya
(dari pergelangan telapak tangan), jika ia mencuri untuk yang kedua
kalinya maka dipotong kakinya yang kiri (dari pergelangan kaki kirinya).
Ketiga kalinya maka dipotong tangan yang kiri. Keempat kalinya maka
dipotong kaki yang kiri. Jika masih tetap melakukan pencurian, maka
haraus dipenjarakan sampai ia mau bertobat dengan sungguh-sungguh.
Sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al-Maidah : 38, yang berbunyi :
Artinya:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Sayyid Sabiq, (2006:256)
F. Penutup
Dari
pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hukuman-hukuman yang
dijatuhkan kepada pelaku-pelaku kemaksiatan disebut hudud, karena
hukuman tersebut dimaksudkan untuk mencegah agar orang yang dikenai
hukuman itu tidak mengulangi perbuatan yang menyebabkan dia dihukum.
Adapun
bentuk-bentuk kejahatan yang dijatuhi hukuman hudud adalah Zina, Qazaf,
minuman keras, pencarian. Membuat jera manusia dan mencegah mereka
terjerumus dalam kemaksiatan oleh karena itu Allah memerintahkan untuk
mengumumkan had dan menerapkannya dihadapan manusia.
DAFTAR KEPERPUSTAKAAN
Ust .Labib Mz Dra. Harniawati. 2006. Risalah Fiqih Islam, Surabaya: Bintang Usaha Jaya
Pipin Syarifin, 2000. Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: CVPustaka Setia
Ahmad Wardi Lubis, 2005. Hukum Pidana Islam, Jakarta:Sinar Grafika
Amir Syarifuddin, 2010. Garis-garis Besar Fiqih, Jakarta:Kencana
| |